Ewako Le Coq-Orient

Saturday, March 22, 2014

Jelajahi Keindahan Pulau Seribu Pura

Sebelum saya berbagi cerita, terlebih dahulu saya ingin menyampaikan terima kasihku untuk keluarga dan teman yang telah banyak mendukung serta membantu perjalananku selama di Bali. Terima kasih untuk Bunda Yelli (Ai Li Fa), Abang Rivai, Mbak Nia, Henny Purnamasari, Venny Purnamasari, Yuni Purnamasari dan Juniardi atas perjalanan yang mengasikkan ini. Tidak lupa terima kasihku juga untuk Beli Wayan yang telah mengantar kami berputar-putar menjelajahi Bali dengan mobilnya yang bersih.
Photo by. Ahmad Yani Hasti --- Sabtu (22 Maret 2014), berpose depan gerbang masuk Tanah Lot.
(Dari kiri ke kanan: Ai Li Fa, Henny Purnamasari, Yuni Purnamasari, Venny Purnamasari, Mbak Nia, dan Abang Rivai.)
 Story by. Ahmad Yani Hasti

Ada magnet tersendiri antara hati ini dan Pulau Bali yang membuatku ingin terus kembali mengunjungi Negeri Seribu Pura tersebut. Lagi dan lagi, tak pernah terlintas kata bosan. Di sisi lain, Bali memang memiliki banyak hal untuk ditawarkan kepada para wisatawan lokal dan mancanegara.

Berbekal tiket gratis yang disodorkan kawanku, segera saya menempuh perjalanan udara selama satu jam lebih dari Makassar menuju Denpasar. Rasa senang menyelimuti hati saat menginjakkan kaki lagi di Pulau Bali. Rabu (19 Maret 2014), jelang tengah malam, sekitar pukul 23.15 waktu setempat, saya tengah menghirup udara malam Kota Denpasar. Tak sabar bertemu pagi ingin memulai perjalanan jilid keduaku di Bali sembari melihat hal-hal yang mungkin ditawarkan pulau ini kepadaku.

Pagi yang dinantikan tiba, tapi cuaca benar-benar tidak mendukung untuk melakukan perjalanan hingga Kamis siang itu (20 Maret 2014). Hujan terus bercucuran dan hanya itu yang dapat kami pandangi dari jendela mobil. Saya bersama keluarga besar Venny Purnamasari tampak lemas dan bingung dengan kondisi tersebut. Ditengah kebingungan kami, Beli Wayan pun menawarkan tumpangan ke salah satu rumah makan yang menyajikan kuliner khas Bali. Sajian khas warung itu dinamakan Ayam Betutu. Terdapat dua pilihan yakni berkuah dan digoreng. Warnanya kekuningan diberi kunyit. Selain itu, rasanya unik juga enak dengan sensasi pedas dari campuran cabai dan merica yang menyatu dalam bumbunya. Mantap pokoknya!

Photo by. Ahmad Yani Hasti ---
Kamis (20 Maret 2014), menikmati Ayam Betutu di salah satu warung makan di Bali.
Usai makan, cuaca pun menjadi sedikit lebih bersahabat. Makanannya ludes kami cicipi, hanya tersisa rintik-rintik hujan menemani. Hal itu tidak lagi menjadi penghalang kami untuk jelajahi Pulau ini. Pura maupun bangunan-bangunan serupa itu, mulai terlihat jelas melalui kaca jendela mobil yang ditumpangi. Karakteristik semacam ini yang membedakan Bali dengan pulau-pulau lainnya di Indonesia. Jika di tempat lain kita melihat banyak Masjid atau Gereja mengisi sudut-sudut kota, di Bali kita akan melihat banyak Pura. Inilah sedikitnya alasan mengapa Bali yang mayoritas penduduknya beragama Hindu disebut pula dengan sebutan Pulau Seribu Pura.

Di setiap Pura umumnya terdapat karya seni antara lain pahatan batu, pahatan kayu, maupun lukisan yang menyerupai Dewa-Dewa. Di rumah-rumah, toko-toko di pinggir jalan, hotel maupun tempat wisata, benda-benda yang berbalut dengan bentuk yang menyerupai Dewa ini begitu mudah ditemui. Ini dikarenakan tuntutan kepercayaan masyarakat Hindu-Bali adalah memohon perlindungan dan keselamatan kepada Para Dewa. Tak heran, Bali mendapat julukan lain dikenal sebagai Pulau Dewata. Dewata yang juga berarti Dewa dalam bentuk jamak yaitu Para Dewa.

Photo by. Venny Purnamasari ---
Berfoto bersama di salah satu pintu gerbang GWK, Kamis (20 Maret 2014).
Siang itu, saya tidak ingin kehilangan kesempatan untuk memandangi patung Dewa Wisnu berukuran raksasa dengan tunggangannya bernama Garuda. Patung ini terletak di Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana yang biasa disingkat GWK. Meski saat itu hujan masih rintik-rintik, tetap saja sesi foto-fotonya terus berlanjut. Di samping Patung Dewa Wisnu terdapat sumber mata air keramat yang disebut Parahyangan Somaka Giri. Air sucinya dipercaya dapat menyembuhkan beragam penyakit dan mengabulkan berbagai permohonan.

Photo by. Venny Purnamasari ---
Tampak di belakang saya yaitu Patung Dewa Wisnu yang berukuran raksasa.
Di GWK juga terdapat tontonan menarik berupa tarian tradisional dengan aksi berbeda-beda setiap hari. Jika beruntung, pengunjung dapat menyaksikan Tari Kecak yang terkenal mendunia. Hanya saja pada kesempatan itu, saya tidak seberuntung itu. Waktu saya tersita dengan tarian Bali lainnya yang juga sangat menghibur, diantaranya Tari Pendet, Tari Baris, maupun Tari Barong. Para penari terlihat sangat lihai memainkan matanya.

Photo by. Ahmad Yani Hasti --
Kamis (20 Maret 2014), salah satu pagelaran tarian Bali yang dapat disaksikan di GWK.
Perjalanan berlanjut ke kawasan Nusa Dua dimana banyak hotel-hotel mewah berjejeran. Di sana kami melewati pantai serta taman yang ditumbuhi rumput hijau dan pepohonan yang segarkan pandangan. Tak ketinggalan, kami mampir menyaksikan ombak menghantam dengan derasnya ke karang besar yang berdiri kokoh di sana. Orang-orang menyebut tempat itu Water Blow.

Tujuan berikutnya adalah Pantai Pandawa. Nama pantai ini diambil dari tokoh-tokoh pewayangan yaitu Panca Pandawa atau Pandawa Lima. Untuk ke sana, kita akan melewati tebing-tebing kapur yang di dalamnya dibangun patung-patung serupa tokoh-tokoh pewayangan tersebut. Pantai ini belum terlalu terjamah dan masih terus dilakukan pengembangan oleh pemerintah setempat.

"Feel the Water" - Photo by. Ahmad Yani Hasti,
Model: Yuni Purnamasari, Location: Pandawa Beach.
Menjelang malamnya, kami bergegas menuju kawasan Jimbaran. Disana berbanjar restoran-restoran yang menyajikan hidangan laut. Meski ada banyak restoran, tapi pilihan kami tertuju ke suatu restoran yang bernama Ganesha. Sesampainya di sana, kami harus merogoh kocek sedikit dalam. Karena biaya makan dan minum relatif perorangnya berkisar Seratus ribu hingga Dua ratus ribu rupiah. Tapi itu setimpal dengan kelezatan menu masakan lautnya. Kesegarannya begitu terasa di mulut.

Selain itu, pelayanan dan suasananya juga sangat mendukung. Sembari menikmati hidangan, dari arah pantai, keindahan matahari tenggelam dapat disaksikan di sana. Kelembutan pasir putihnya terasa di setiap sela-sela kaki. Bersamaan itu, udara sepoi-sepoi pantai pun laiknya ikut membelai kulit kami dengan lembut. Perut sudah terisi, selanjutnya tinggal mengisi tenaga untuk perjalanan esok harinya. Maka kami pun kembali ke rumah milik sahabat dan keluarga kami, yaitu Abang Rivai dan Mbak Nia.
Photo by. Ahmad Yani Hasti --- Jumat (21 Maret 2014), Yuni Purnamasari didampingi Juniardi tengah menikmati panorama alam yang indah di sekitar Tegallalang, Ubud.
Jumat pagi (21 Maret 2014), mobil mulai bergerak dari kediaman Abang Rivai menuju arah Ubud. Di sana kami berhenti di suatu pemandangan hijau yang menyita perhatian kami. Terasering yang demikian bersusun rapi di kawasan Tegallalang, Ubud. Setelah foto-foto, kami melanjutkan perjalanan ke Kintamani. Kawasan ini terkenal akan kesejukannya disertai pemandangan yang indah. Dari puncak Kintamani, kami bisa melihat Gunung Agung berdampingan dengan Gunung Batur dan Danau Batur. Indahnya!

Ada pengalaman unik saat di Kintamani. Kami ditawarkan beberapa barang dengan harga yang terbilang tinggi. Kebetulan kami tidak tertarik dengan barang-barang yang ditawarkan karena sebelumnya kami sudah berbelanja di Toko Krisna yang terkenal di Bali. Kami tidak bermaksud acuh, tetapi kadang-kadang hal itu perlu bila banyak penjual yang mengejar-ngejar. Terlebih lagi suasana tidak nyaman dan suara ribut yang dihadirkannya. Dan nyatanya justru sikap acuh itu yang memberi kami suatu ilmu baru berbelanja di Bali. Lama-kelamaan, para penjual mulai mengungkapkan harga yang sebenarnya dari barang tersebut. Harga baju kaos tipis bergambar tulisan bali yang semula ditawarkan sebesar Rp.100ribu telah turun 10 kali lipat menjadi Rp.10ribu saat kami sudah di pintu mobil bergegas pulang. Harga itu betul-betul murah karena sudah setengah harga dari barang sejenis di Toko Krisna. Sedikit seperti judi, kalau beruntung dapat murah, sialnya anda mungkin akan berkata: kena deh! Jadi kalau mau dapat barang murah, pura-pura saja tidak mau beli! Heh.
Photo by. Ahmad Yani Hasti --- Jumat (21 Maret 2014), Venny berpose di atas kawasan Kintamani dengan pemandangan Danau Batur di hadapannya sembari menunjukkan tato temporary yang baru dipakainya. Di Kintamani, banyak yang menawarkan jasa pemasangan jenis tato temporary tersebut kepada turis.
Pengalaman serupa dapat juga dirasakan saat berbelanja di pasar-pasar tradisional. Pembeli harus pandai-pandai menawar. Pesan saya, menawarlah dengan sadis! Kalau tidak mau merasa ditipu mengenai harga, berbelanjalah di toko-toko souvenir yang menawarkan harga ideal untuk anda seperti Krisna atau Erlangga. Sementara untuk pemburu barang-barang unik, anda dapat berbelanja oleh-oleh di Joger yang hanya ada di Bali.

Dari Kintamani kami berangkat ke Pura Tirta Empul yang terletak di Kecamatan Tampaksiring, Gianyar. Bagi sebagian orang, pura tersebut lebih dikenal dengan nama Tampaksiring. Pura ini sarat budaya dan merupakan salah satu situs sejarah di Bali. Belum lagi seisi Pura terdapat taman dengan kolam-kolam di sekitarnya yang menambah daya tarik pura. Selain ada kolam ikan, di tempat ini juga terdapat kolam dimana masyarakat Hindu Bali melaksanakan tradisi yang disebut melukat, yaitu ritual mandi air suci. Ritual mana yang bertujuan untuk membersihkan jasmani dan rohani. Jika ingin, ritual tersebut boleh juga dilakukan pengunjung. Dan sebaiknya pengunjung menyimak setiap pesan penjaga Pura, mengingat tempat-tempat yang dianggap suci seperti pura ini terdapat hal-hal yang dibolehkan dan dilarang.

Photo by. Ahmad Yani Hasti --- Jumat (21 Maret 2014), sejumlah pemuda sedang melakukan prosesi "Melukat" di kolam air suci yang berada di Pura Tirta Empul, Tampaksiring, Bali.
Lalu kami kembali ke Ubud untuk makan siang. Tepatnya di restoran bernuansa alam bernama Bebek Tepi Sawah. Dari depan memang restoran ini terlihat kecil. Ketika sudah berada di dalam, pengunjung akan melihat luasnya hamparan sawah di sekitar restoran yang elegan tersebut. Pemandangan hijau yang dihadirkan dari sawah serta gunung memberi pandangan yang sejuk. Seisi restoran yang serba terbuka itu dipenuhi dengan interior khas Bali dan pelayan-pelayannya menggunakan pakaian tradisional Bali. Hidangan bebeknya dapat disajikan dengan digoreng biasa, menggunakan bumbu crispy, ataupun dipanggang. Yang paling penting, hidangan bebeknya tidak berbau, dan disajikan dengan tiga jenis sambal yang berbeda. Bahkan bila tidak suka makan bebek, pengunjung dapat memilih menu lainnya. Dan berbicara mengenai rasa, saya yakin restoran ini akan memanjakan lidah anda. Usai makan, sebelum pulang beristirahat di rumah Abang Rivai, kami mampir ke Pantai Kuta menghabiskan senja dan melihat matahari terbenam.

Keesokannya, nampak sinar mentari mulai masuk melalui celah-celah dinding kamar menandakan pagi kunjungan terakhir kami di Bali, Sabtu (22 Maret 2014). Sebelum ke Bandara pada sore harinya, kami menyempatkan diri berkunjung ke Tanah Lot. Di sana terdapat dua pura. Salah satunya terletak di atas batu karang besar. Bila air pasang, pura di atas bongkahan batu ini akan terlihat seolah-olah berada di tengah laut. Satunya lagi, pura yang dibangun di atas tebing yang menjorok ke laut. Tak sedikit fotografer mengabadikan tempat ini sebagai objek atau latar fotonya, terutama saat petang atau matahari terbenam.

Photo by. Ahmad Yani Hasti,
Model: Venny Purnamasari, Location: Tanah Lot.
Keindahan Bali ini rasanya sangat sulit untuk ditinggalkan. Namun pada akhirnya, waktu juga yang menentukan kami harus beranjak dari pulau seribu pura tersebut. Sore harinya, kami bergegas ke bandara untuk menaiki pesawat yang akan mengantar kami ke Makassar. Kami harus kembali kepada keluarga, rumah, dan pekerjaan kami. Perjalanan singkat ini benar-benar terbayarkan dengan segala keindahan dan pengalaman yang didapatkan di Bali. Dengan keberangkatanku sore itu, bibirku tak ingin mengucapkan salam perpisahan. Jadi kalimatku untuk Bali: Sampai jumpa lagi!

*Kebijakan mengenai harga dapat berubah setiap saat.

Ewako Visitors

Free counters!

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | free samples without surveys